THESSALIVIA, MENERBITKAN JALUR INDIE ADALAH TENTANG KEBEBASAN (FINAL PART)

Selamat hari Rabu!

Yang lagi puasa, aman dong puasanya hehehe.

Jumpa lagi dengan blog Dimas Abi. Masih dengan narasumber yang sama, Thessalivia, kali ini saya mau ngelanjutin diskusi nulis tentang dunia per-indie-an. Kalau kemarin fokus pada sharing pengalaman Thessa, di part 2 alias final part ini saya lebih ingin mengulik pandangan Thessa mengenai menerbitkan karya secara indie.

Baca juga diskusi dengan Thessa : Mengawali karier kepenulisan secara Indie

Tak berlama-lama lagi, yuk kita simak obrolannya.


Menurut kamu apa sih kelebihan penerbit indie yang no debat banget? Bahkan mungkin penerbit mayor sulit untuk melakukannya.


Kebebasan. Mulai dari kebebasan isi, desain, target market, semua bebas kita tentukan sendiri. Yang ga bebas itu hanya mengatur pandangan orang-orang terhadap buku kita. Hehehe..


Kebebasan, bener juga ya. Terus, gimana menurut kamu masa depan penerbit indie?


Ini pertanyaan yang menarik, Bi. Dulu orang banyak yang lebih memilih belanja buku langsung ke toko buku. Namun, dengan adanya pandemi, dan berubahnya kebiasaan orang menjadi serba online, membuat peluang penerbit indie jadi lebih besar. Bahkan, penerbit mayor pun sekarang juga banyak yang mengandalkan online. Sekelas Gramedia saja, kadang baru menerbitkan buku cetak setelah melihat animo yang tinggi di ebook Gramedia Digital.  

Jadi, penerbit indie selama dikelola dengan baik, akan memiliki  masa depan yang jauh lebih baik kedepannya.



Apa sih tantangan terbesar bagi penulis dalam menerbitkan naskah secara indie?


Mungkin banyak orang yang berpendapat adalah pemasaran, tapi bagi aku tantangan terbesar adalah dari segi kualitas. Dengan iming-iming penerbit indie bahwa "semua orang bisa menerbitkan buku", menjadikan buku-buku yang terbit itu 'asal jadi'. Yang pesan pun hanya sebatas keluarga dan teman-teman, itu pun lebih karena ga enak nolak, bukan karena benar-benar pengen baca. Hehehehe.. Terdengar frontal, tapi memang itulah yang terjadi. Kualitas buku aku pun masih jauuuuh dari sempurna, dan aku terus berusaha untuk menjadi lebih baik dalam menulis. Di situlah tantangannya, membuat tulisan yang layak dibaca, agar orang yang sudah mengeluarkan effort lebih untuk membeli bahkan meluangkan waktu untuk membaca buku kita tidak merasa menyesal😊.

  


Apakah ke depan kamu bakal menerbitkan secara indie lagi?


Awal tahun ini aku sebenarnya abis nebritin buku indie juga, Bi. Bukan buku solo, tapi antalogi bersama beberapa orang alumni ITB. Bukunya berjudul Jejak Kenangan, penggalan kisah perjuangan mahasiswa di kampus yang mayoritas diisi oleh para pria 😊. Jujur, nerbitin buku indie itu nagih sebenernya 😆. Akan tetapi apa daya, menyelesaikan tulisannya yang susah. Hehehe..  



Antologi Jejak Kenangan bisa didapetin di mana, Thess?


Sama seperti novel Nikah Muda, Jejak Kenangan bisa didapetin di Penerbit Stiletto dan untuk e-booknya dapat diakses di google books 😊

 


Kasih pesan-pesan dong, Thess, untuk penulis yang ingin menerbitkan secara indie?


Jangan pernah berhenti belajar. Saat kamu berjuang menyelesaikan naskah, belajarlah bagaimana cara menulis yang baik. Saat kamu menerbitkan buku secara indie, belajarlah untuk ikut memasarkannya. Saat kamu memperoleh kritikan, belajarlah mengelola emosi yang baik dan berjuang untuk memperbaikinya. Saat buku indie kamu tidak mendapatkan tanggapan yang bagus, belajarlah untuk mengetahui penyebabnya dan perbaiki untuk berikutnya. Intinya, jangan pernah berhenti belajar. Because The more you know, the more you learn, the more you realize how much you don't know.



Wah, terima kasih banyak ya, Thessa, atas waktu dan kesempatannya. Aku doain nih semoga karya-karya kamu selanjutnya menggelegar! Aamiin. Jangan bosen-bosen untuk ngisi konten Diskusi Nulis yaa.. 😆 Sukses dan sehat selalu. Selamat menunaikan ibadah puasa.
 

12 comments

  1. Bener banget sih apa kata Mba Thessa, kalo nerbitin sendiri tuh lebih ke kualitas bisa gak kita kasihin untuk para pembaca. Padahal awalnya aku juga selalu mikir, kalo nerbitin sendiri apa emang ada yang mau baca wkwkwk takutnya emang karena ga enak aja krn temen sendiri hahaha makanya aku selalu mikir kalo yang paling sulit itu pemasaran tapi malah lupa kalo kualitas justru lebih sulit lagi karena "penyaring"nya ga ada

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku setuju juga dengan Thessa. Emang kualitas jadi isu di penerbit indie, tapi itu bisa "diakalin" dengan meminta bantuan teman editor, bekerja sama dengan editor profesional, atau memilih penerbit indie yang juga menyediakan jasa editor. Thessa juga pernah menyarankan seperti itu. Sayangnya, kadang itu dilupakan hehe...

      Delete
    2. Kekhawatiran yang sama memang aku waktu itu Mba Tika, emang bakal ada yang baca ya.. Hhehee.. Tapi ternyata alhamdulillahnya ada aja, ya walau ga semasif buku mayor ya ^^

      Delete
  2. hmm, aku jadi semakin terkompori ingin menerbitkan buku jugaaa
    draft udah mangkrak setahun :(
    bagian pesan kesannya makjleb banget huft
    emag kadang kita ini sukanya yang instan-instan aja ya 😅
    yok semangat yookkk bisaa!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kak Dea, terima kasih sudah berkunjung ^_^. Ayook semangat, Kak. Sapa tau draf mangkrak itu sebenernya berlian yang terpendam hehe.. Saya juga mau nyoba lagi untuk bikin karya. Moga-moga ada yang mau. Sekali lagi, good luck ya, Kak!

      Delete
  3. Mbak Thessa keren banget nih, buku Nikah Muda juga sukses meskipun lewat indie 😁👍
    Soalnya digarap dengan serius dan niat banget..


    Sebenernya selain kualitas
    kita juga harus punya pembaca loyal juga sih, ini juga penting banget.. soalnya sekalipun tulisan kita di buku udah berkualitas kalau nggak punya pembaca yang yang loyal, bakalan susah juga buat pemasarannya..
    Dan Mbak Thessa udah punya keduanya 😁👍

    Tambahan lagi, untuk penerbitnya juga harus pilih2 sih, soalnya ada harga ada kualitas

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wuaa makasii banyaak yaa Mas Edot ^^ Walaupun buku Nikah Muda masih jauuuhh dari kata sempurna, aku memang berusaha garap waktu itu dg serius n berusaha ngasi yang terbaik..

      Delete
    2. Pembaca loyal. Peer saya juga sih itu haha... salah satu caranya kudu konsisten nelurin karya, tapi konsistensi itu emang kudu digenjot. Untungnya ada blog, jadi bisa pelan-pelan bangun pembaca seperti Mas Edot hehe

      Delete
  4. Mantap sekali. Saya pun saampai sekarang masih ketagihan menerbitkan jalur indie. Kualitas memang harus kita yang tentukan. Jangan lupa promosinya juga. Nice share, Kak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah berkunjung, Mas Amin. Saya juga setelah baca pengalaman, Thessa, jadi tertarik suatu saat nerbitin indie.

      Delete
  5. Asiiik, sesi ke 2 udah tayaaangg ^^
    Memang ya kondisi kaya skrng itu penerbit indie punya peluang cukup gede untuk berkembang. Tinggal bagaimana kita memanfaatkan peluang yang ada.
    Sama2 Abi, terima kasih juga yaa. Amiin, doa yang sama juga buat Abi. Semoga kita bisa terus berkarya :)

    ReplyDelete