Sebagai penggemar berat Nadia
Mulya, ehm, Adhitya Mulya, adalah sebuah dosa kalau saya enggak nge-review
satupun buku Kang Adhit. Sebagai informasi, Kang Adhit adalah salah satu
inspirator yang bahkan saya anggep sebagai guru dalam tapak karir kepenulisan
saya di dunia komedi, selain Boim Lebon dan Hilman Hariwijaya. Sebagai rasa
terima kasih untuk Kang Adhit, kali ini saya bakal nge-review buku terbarunya,
Sabtu Bersama Bapak. ^_^
Gambar diambil dari sini
Cerita diawali oleh Gunawan
Garnida, seorang pengidap Kanker stadium akhir yang memiliki dua anak yang
masih kecil, Satya dan Cakra. Sadar usianya udah enggak lama lagi, Gunawan
membuat satu kenang-kenangan berharga untuk menemani kehidupan dua anaknya nanti.
Dengan dibantu sang Istri, Gunawan membuat rekaman video dirinya yang berisi
prinsip hidup, nilai-nilai, dan nasihat yang diharapkan mampu menjadi jawaban
atas permasalahan anak-anaknya kelak.
Sepeninggal Gunawan, setiap hari
sabtu sang istri memutarkan video-video tersebut di depan Satya dan Cakra. Hari
sabtu menjadi hari favorit kedua anak itu, karena di hari itu mereka
menghabiskan waktu bersama cerita Bapak yang kadang membuat mereka tertawa, terharu,
dan merindu. Hingga halaman terakhir, novel ini membeberkan bagaimana Satya dan
Cakra menjalani kehidupan dewasanya bersama video sang Bapak.
Setelah tampil mengecewakan pada
Mencoba Sukses (sorry, Kang), saya mendapati buku ini dengan memasang harapan
yang tinggi. Melihat ketebalan bukunya, saya berdoa agar ukuran font-nya enggak
kaya Mencoba Sukses yang gedenya ya ampun banget. Ketika membaca blurb dihalaman belakang, saya bergumam
heran, “Ini novel non-komedi ya? Kang Adhit serius nih?” Wajar, karena siapapun
yang kenal dengan karya-karya Kang Adhit sebelumnya, pasti berharap ngakak
ketika membaca bukunya.
Pertanyaan saya terjawab ketika
mulai melahap buku ini. Halaman, demi halaman saya lalui dengan perasaan yang
campur aduk. Gimana enggak, Coy, lewat buku ini Kang Adhit mencampur semua unsur
yang ada. Komplit, Men! Mau cari apa? Komedi, ada. Drama, ada. Parenting, ada.
Persiapan Pernikahan, ada. Semua ada, Men. Teknik debus aja yang enggak ada
hehe. Dan ini brilian banget menurut saya. Mencampurkan beberapa tema dan berbagai
pesan moral itu sangat berisiko. Kalau eksekusinya enggak bagus, cerita bisa
kehilangan fokus. Jelinya, Kang Adhit membuat video sang Bapak menjadi batang pohon
yang kokoh. Dan pesan-pesan yang disampaikan melalui kehidupan Satya dan Cakra
berperan sebagai ranting-ranting yang membuat Sabtu Bersama Bapak menjadi pohon
yang sempurna. Keren mamen.
Saya pribadi cukup mengikuti
tulisan-tulisan Kang Adhit di blognya sejak zaman revolusi industri (pokoknya
baheula bangetlah :p). Dan menurut saya, Sabtu Bersama Bapak bukan tentang
seorang Gunawan Garnida, tapi tentang seorang Adhitya Mulya. Semua pesan dan
nilai yang disampaikan lewat novel ini beliau banget. Bagi saya, novel yang
baik adalah novel yang jujur. Dan saya merasakannya hal tersebut di Sabtu
Bersama Bapak.
Novel ini cocok banget buat saya,
yang baru aja jadi ayah. Cocok juga buat temen-temen yang lagi cari calon
suami/istri, yang lagi merencanakan pernikahan, yang lagi menjalani awal
pernikahan, yang udah punya anak banyak, semua deh. Sebab ngebaca novel ini
rasanya kaya masuk toserba, barang-barang yang kamu cari ada semua, dan akhirnya
keluar toko dengan senyum gemilang.
Akhir kata, terima kasih buat
Kang Adhit yang udah nulis buku yang lengkap ini, terima kasih juga udah
menjadi guru saya dalam menulis. Ditunggu selalu karya-karyanya, Kang.
Sukseus!!
_Dimas Abi_
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete